Keputusan MK Searah Dengan Baleg DPR RI

30-05-2013 / BADAN LEGISLASI

Keputusan Mahkamah Konstitutsi yang mengabulkan gugatan Yudicial Review dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD)  spiritnya searah dan sejalan dengan apa yang berkembang dalam pembahasan Amandemen UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD  (UU MD3) di Badan Legislasi DPR RI (Baleg).

“Jadi dalam rapat-rapat Baleg itu, kami juga menyampaikan pandangan agar peran DPD tidak hanya peran yang sifatnya ornamental, marjinalis,  atau peran pinggiran yang menimbulkan kesan dan juga konsekuensi seakan-akan DPD sekedar hanya pajangan. Pelibatan DPD hanya bentuk basa-basi, kepura-puraan hubungan antar lembaga. Tidak seperti itu”, kata Hendrawan Supratikno, Anggota Baleg dari Fraksi PDI Perjuangan kepada Parlementaria, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (29/5)

Menurutnyapada saat menyampaikan pandangan di Baleg, Fraksi PDI Perjuangan dan Baleg secara umum bersedia untuk memberi porsi peran yang lebih proporsional untuk DPD. Sehingga, kata dia, keputusan MK sejalan dengan spirit pembahasan di Baleg.

“Keputusan MK terhadap gugatan DPD , sejalan, karena kami ingin jangan ada kesan dan konsekuensi  DPD hanya dilibatkan untuk basa-basi kelembagaan saja”, ujarnya.

Ia menyatakan dalam pembahasan suatu Undang-Undang di DPR, menampung masukan-masukan dari berbagai pihakteknis keterlibatan DPD sendiri akan dibicarakan secara proporsional dan lebih spesifik oleh Baleg.

Dijelaskan Hendrawan, memang muncul wacana di Baleg, nanti dalam tingkat Panitia Kerja ada satu kelompok teman-teman  dari anggota DPD. Tapi sekali lagi, pembicaraan yang lebih spesifik akan ditindak lanjuti. Karena menurutnya juga jangan sampai pemberian peran itu menabrak peran DPR, bahwa kewenangan membentuk Undang-Undang itu ada di DPR.  

Dalam UUD 1945 sendiri, menurutnya dinyatakan DPD berwenang membahas. “Tetapi memutuskan dengan membahas itukan ada bedanya. Membahas itu artinya pada level perdebatan,  argumentasi,  pada level untuk mengusulkan pasal dan seterusnya, tetapi keputusan disitu sudah jelas sekali  adalah DPR,” tegasnya.

Tapi masukan DPD dalam pembahasan suatu Undang-Undang, kata  Hendrawan,  tidak sama seperti masukan dari elemen masyarakat. DPD tidak bisa disamakan dengan masyarakat. DPD mewakili arus besar kepentingan yang harus ditampung juga.

“Tapi saya kira nanti kita akan membuat suatu langkah atau kesepakatan, dan konsekuensi keputusan MK akan dijabarkan dalam peraturan bersama,” terangnya.

“Di Baleg sendiri pembahasannya belum selesai, terakhir masih menunggu keputusan MK ini, dan kami  harap DPD juga berharap hal yang sama, kalau bisa peraturan lebih lanjut, sehingga tahun 2014, harapan DPD saya kira, peran DPD lebih jelas,” tegas Hendrawan.

Sebelumnya, pada 27 Maret 2013 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengenai kewenangan legislasi DPD. Salah satunya mengenai Pasal 20 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (P3).

Dalam Keputusannya MK menyatakan, DPD memiliki kewenangan dalam keikutsertaan pembahasan program legislasi nasional (prolegnas) yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah, yang berkaitan dengan otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya.

DPD sendiri menyambut baik Keputusan MK tersebutKetua DPD RI Irman Gusman menyatakan  sebagai hari yang bersejarah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

 Tiga keputusan penting dari uji materi MK meliputi DPD berwenang mengajukan RUU yang berkaitan dengan kewenangannya, membahas RUU sampai selesai, dan membahas prolegnas secara tripartit (DPD, DPR, Presiden).

Sesuai Pasal 22D UU MD3, DPD dapat mengajukan RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya ekonomi daerah lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Hanya satu yang tidak dikabulkan, yaitu DPD tidak ikut menetapkan Undang-undang. (sc)/foto:iwan armanias/parle.

 

BERITA TERKAIT
Peringatan Legislator Soal IUP untuk Ormas: Tambang Bukan Sekadar Soal Untung
30-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Edison Sitorus, menyoroti revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba)...
Revisi UU Minerba, Demi Kemakmuran Rakyat dan Penambangan Berkelanjutan
25-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Badan Legislasi DPR RI, Edison Sitorus, menyampaikan pandangannya mengenai revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU...
RUU Minerba sebagai Revolusi Ekonomi untuk Masyarakat Bawah
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Aqib Ardiansyah menilai filosofi dasar dari penyusunan RUU tentang Perubahan Keempat...
RUU Minerba: Legislator Minta Pandangan PGI dan Ormas soal Keadilan Ekologi
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Muhammad Kholid mengapresiasi masukan yang disampaikan Persatuan Gereja Indonesia (PGI) terkait...